1.1.
Pengertian
Ayam broiler
Ayam broiler merupakan hasil
teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock.
Karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging,
konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan
sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut Northe
(1984) pertambahan berat badan yang ideal 400 gram per minggu untuk jantan dan
untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al.
(2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh
besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur
rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980) bahwa ayam
Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran
badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan
cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Ayam broiler adalah ayam tipe
pedaging yang telah dikembangbiakan secara khusus untuk pemasaran secara dini.
Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4 kg tergantung pada
efisiensinya perusahaan. Menurut Rasyaf (1992) ayam pedaging adalah ayam jantan
dan ayam betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot
badan tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta dada yang lebar dengan
timbunan daging yang banyak. Ayam broiler merupakan jenis ayam jantan atau
betina yang berumur 6 sampai 8 minggu yang dipelihara secara intensif untuk
mendapatkan produksi daging yang optimal. Ayam broiler dipasarkan pada umur 6
sampai 7 minggu untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan permintaan daging. Ayam
broiler terutama unggas yang pertumbuhannya cepat pada fase hidup awal, setelah
itu pertumbuhan menurun dan akhirnya berhenti akibat pertumbuhan jaringan yang
membentuk tubuh. Ayam broiler mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan
dibandingkan dengan jenis ayam piaraan dalam klasifikasinya, karena ayam
broiler mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dalam pertumbuhannya. Hanya
dalam tujuh atau delapan minggu saja, ayam tersebut sudah dapat dikonsumsi dan
dipasarkan padahal ayam jenis lainnya masih sangat kecil, bahkan apabila ayam
broiler dikelola secara intensif sudah dapat diproduksi hasilnya pada umur enam
minggu dengan berat badan mencapai 2 kilogram per ekor (Anonimus, 1994).
Untuk mendapatkan bobot badan yang
sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan
pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat
mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan energy yang lebih
banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak,
(Anggorodi, 1985). Hal-hal yang terus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam
broiler antara lain perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi
dan kesehatan, recording dan pemasaran. Banyak kendala yang akan muncul apabila
kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara lain penyakit yang dapat menimbulkan
kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8 minggu akan menimbulkan kerugian
karena pemberian pakan sudah tidak efisien dibandingkan kenaikkan/penambahan
berat badan, sehingga akan menambah biaya produksi (Anonimus, 1994).
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase
pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0 sampai 3 minggu, fase
grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di
Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan
panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya.
Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai
kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan
yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta
peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam pedaging yang
dipelihara di Indonesia. Strain merupakan sekelompok ayam yang dihasilkan oleh
perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis
tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro
(Suprijatna et al., 2005).
2.2. Perkandangan
Kandang yang baik adalah kandang
yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam, mudah dalam tata laksana, dapat
memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan kesehatan dan bahan
kandang mudah didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang baik adalah
bangunan yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa
berfungsi untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah
tata laksana, menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan
menghindarkan ayam kontak langsung dengan ternak unggas lain (Anonimus, 1994).
Kandang serta peralatan yang ada di
dalamnya merupakan sarana pokok untuk terselenggarakannya pemeliharaan ayam
secara intensive, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam akan terus menerus
berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang harus dirancang dan ditata
agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-ayam
yang berada di dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini
adalah pemilihan tempat atau lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi
atau bentuk kandang itu sendiri. Kandang merupakan modal tetap (investasi) yang
cukup besar nilainya, maka sedapat mungkin semenjak awal dihindarkan
kesalahan-kesalahan dalam pembangunannya, apabila keliru akibatnya akan
menimbulkan problema-problema terus menerus sedangkan perbaikan tambal sulam
tidak banyak membantu (Williamsons dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk
usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35
derajat C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang
sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi
dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengan
umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box,
untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang
dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang
bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang
penting kuat, bersih dan tahan lama (Bambang, 1995).
Persiapan dalam perkandangan adalah
:
a.
Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah
yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana transportasi, terdapat
sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b.
Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi,
ventilasi kandang harus baik.
c.
Suhu udara dalam kandang.
Tabel 1. Suhu ideal kandang sesuai
umur adalah :
Umur (hari)
|
Suhu ( 0C )
|
01 - 07
|
34 – 32
|
08 - 14
|
29 – 27
|
15 - 21
|
26 – 25
|
21 - 28
|
4 – 23
|
29 - 35
|
23 – 21
|
d.
Kemudahan mendapatkan sarana produksi
Lokasi kandang sebaiknya dekat
dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.
e.
Kepadatan Kandang
Pada awal pemeliharaan, kandang
ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari
pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan
kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2,
lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari
pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak
minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.
Pengaturan kepadatan kandang
dilakukan sedemikian rupa untuk mengatasi kanibalisme akibat terlalu padatnya
kandang. Hal ini juga bermanfaat untuk kenyamanan ayam. Kepadatan kandang juga
berpengaruh terhadap produksi, performen dan tingkat kenyamanan ayam broiler
(May dan Lott, 1992).
Tabel 2. Tingkat kepadatan kandang
ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg)
|
Ekor/m2
|
1,4
|
13 – 17
|
1,8
|
10 – 13
|
2,3
|
8 – 10
|
2,7
|
6–8
|
Siregar et al., 1980
Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam
Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1 sampai 6 Minggu ((NRC, 1994)
Umur (minggu)
|
|||
Jantan (g)
|
Betina (g)
|
||
1
|
152
|
144
|
|
2
|
376
|
344
|
|
3
|
686
|
617
|
|
4
|
1085
|
965
|
|
5
|
1576
|
1344
|
|
6
|
2088
|
1741
|
|
Jika dilihat dari perbandingan table
2 dan 3 maka dapat dibandingkan perbandingan antara umur dengan luas kandang
yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kelamin dan bobot badan.
Kepadatan tinggi menurunkan berat
badan pullet umur 18 minggu (Anderson dan Adams, 1997), meningkatkan kerusakan
dada pada broiler, menimbulkan kanibalisme pada ayam, yakni ayam saling patuk
mematuk sehingga menimbulkan luka pada tubuh ternak sehingga memudahkan
masuknya parasit dan menimbulkan penyakit dan akhirnya meningkatkan angka
kematian, pencapaian berat badan yang rendah dan mengurangi konsumsi pakan pada
broiler, sedangkan konsumsi pakan broiler umur 7 minggu menurun sebesar 3,7% pada
jantan dan 3,9% pada betina ketika kepadatan kandang ditingkatkan dari 10
ekor/m2 menjadi 15 ekor/m2. Kepadatan tinggi yang
diasumsikan dengan bobot badan perluasan lantai mengurangi aktivitas broiler
menjadi lebih sedikit berjalan, sebaliknya lebih banyak mengantuk dan tidur
(Cravener et al., 1992).
f. Tipe Kandang
1.
Kandang postal.
Kandang ini tidak terdapat halaman
umbaran sehingga dalam pemeliharaan sistem ini ayam-ayam selalu terkurung
sepanjang hari di dalam kandang. Litter yang baik harus dapat memenuhi beberapa
kriteria yakni: memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak
menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan kehangatan, menyerap panas, dan
menyeragamkan temperatur dalam kandang (Prayitno dan Yuwono, 1997). Litter merupakan sistem kandang
pemeliharaan unggas dengan lantai
kandang ditutup oleh bahan penutup lantai seperti, sekam padi, serutan gergaji,
dan jerami padi (Rasyaf, 1994). Keuntungan sistem ini adalah biaya relatif
rendah, menghilangkan bau kotoran, jika litter kering maka pembuangan kotoran
lebih mudah dan dapat menahan panas didalam kandang. Kekurangannya adalah
penyebaran penyakit lebih mudah, Pengawasan kesehatan lewat kotoran sulit
diamati (Campa, 1994).
2. Cage
Bangunan kandang berbentuk sangkar
berderet, menyerupai batere dan alasnya dibuat berlubang (bercelah). Keuntungan
sistem ini adalah tingkat produksi individual dan kesehatan masing-masing
terkontrol, memudahkan tata laksana, penyebaran penyakit tidak mudah.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan semakin tinggi, ayam dapat kekurangan
mineral, dan sering banyak lalat (Rasyaf, 1994).
3. Panggung
Sistem ini biasanya dibuat diatas
kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas lantai adalah bambu yang
dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok. Kelebihannya adalah sisa
pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif
rendah. Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar,
akan dapat mengakibatkan ayam terperosok, biaya pembuatan relatif mahal
(Martono, 2006).
2.3. Pakan
Ayam broiler sebagai bangsa unggas
umumnya tidak dapat membuat makanannya sendiri. Oleh sebab itu ia harus makan
dengan cara mengambil makanan yang layak baginya agar kebutuhan nutrisinya
dapat dipenuhi. Protein, asam amino, energi, vitamin, mineral harus dipenuhi
agar pertumbuhan yang cepat itu dapat terwujud tanpa menunggu fungsi- fungsi
tubuhnya secara normal. Dari semua unsur nutrisi itu kebutuhan energi bagi ayam
broiler sangat besar (Rasyaf, 1994).
Suprijatna et al. (2005)
pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik maupun anorganik untuk
ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan dalam proses
pertumbuhan. Ransum dapat diartikan sebagai pakan tunggal atau campuran dari
berbagai bahan pakan yang diberikan pada ternak untuk pemenuhan kebutuhan
nutrisi ternak selama 24 jam baik diberikan sekaligus maupun sebagian (Lubis,
1992). Rasyaf (1994) menyatakan ransum adalah kumpulan dari beberapa bahan
pakan ternak yang telah disusun dan diatur sedemikian rupa untuk 24 jam.
Ransum memiliki peran penting dalam
kaitannya dengan aspek ekonomi yaitu sebesar 65-70% dari total biaya produksi
yang dikeluarkan (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh dan produksi
(Suprijatna et al. 2005). Pakan yang diberikan harus memberikan
zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily
Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum (selalu
tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis
pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2
(dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari),
yang harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap kedua disebut
penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %.
Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. Efisiensi pakan dinyatakan
dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah,
jumlah pakan selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000
ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama pemeliharaan 3125 kg, maka
FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen = 1000
x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin
baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan sedikit menghasilkan
bobot badan yang tinggi).
Konsumsi pakan adalah kemampuan
ternak dalam mengkonsumsi sejumlah ransum yang digunakan dalam proses
metabolisme tubuh (Anggorodi, 1985). Blakely dan Blade (1998) menjelaskan bahwa
tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan bobot akhir
karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah
akumulasi pakan yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum ayam
broiler tergantung pada strain, aktivitas, umur, besar ayam dan temperature(
Ichwan , 2003). Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain umur,
nutrisi ransum, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban serta kecepatan
pertumbuhan (Wahju, 1997).
Pakan pemula (starter) harus diberi
setelah ayam memperoleh minum, pada beberapa hari pertama pakan dapat diberi
dengan cara ditaburkan pada katon box DOC atau tempat pakan untuk anak ayam.
Sisa pakan harus dibuang tiap pagi dan jangan dibuang di litter karena akan
membahayakan kesehatan ayam. Pada 2 hari pertama gunakan air hangat bersuhu 16
sampai 20 0C. Untuk air minum larutkan 50 gram gula dan 2 gram
vitamin (dalam 1 liter air minum untuk 12 jam pertama) Perlu juga memakai meter
air agar dapat diketahui dengan pasti berapa banyak air yang digunakan pada 2
minggu pertama tempat minum dibersihkan 3 kali sehari setelah itu 2 kali sehari
(Anonimus, 2004).
Pada ayam broiler fase starter
kebutuhan energi adalah 3200 kcal/kg dengan kebutuhan asam amino methionin
0,38%. Sedangkan pada finisher kebutuhan energi sama tetapi kebutuhan protein
berkurang dan kebutuhan asam amino methionin juga berkurang menjadi 0,32% (NRC.
1994).
Faktor yang dapat mempengaruhi
ransum pada ayam broiler, diantaranya yaitu temperatur lingkungan, kesehatan
ayam, tingkat energi ransum yang diberikan sistem pemberian makanan pada ayam,
jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Rasyaf, 1994).
Bentuk fisik ransum yang diberikan
pada ayam broiler ada tiga bentuk fisik ransum yang diberikan yaitu bentuk
halus seperti tepung (mesh) yang didalamnya merupakan campuran berbagai bahan makanan
yang telah diramu dalam suatu sistem formula. Ransum berbentuk butiran lengkap
atau pellet yang didasarkan pada sifat ayam broiler yang memang gemar sekali
makanan-makanan butiran dan ransum bentuk butiran pecah atau crumble yang
berbentuk butiran tetapi kecil-kecil (Rasyaf, 1994).
Menurut Bambang (1995) kualitas
pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu)
dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kualitas
pakan fase starter adalah terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar
4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
b. Kualitas
pakan fase finisher adalah terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat
kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energy (ME) 2900-3400
Kcal.
Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Pakan
Ayam Broiler pada Periode Starter dan Periode Finisher (NRC,
1994)
Nutrisi
|
Periode ”Starter”
|
Periode ”Finisher”
|
Protein (%)
|
23,00%
|
20,00%
|
Energi Metabolis (kkal/ kg)
|
2800-3200
|
2900-3200
|
Kalsium (%)
|
1,00
|
0,90
|
Fosfor (%)
|
0,45
|
0,35
|
2.4. Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan ayam daging ditujukan
untuk mencapai beberapa sasaran yaitu tingkat kematian serendah mungkin,
kesehatan ternak baik, berat timbangan setiap ekor setinggi mungkin dan daya
alih makanan baik (hemat). Untuk mencapai hal-hal tersebut ada beberapa hal
pokok yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam pemeliharaan ayam
pedaging yaitu perkandangan dan peralatan serta persiapannya, pemeliharaan masa
awal dan akhir, pemberian pakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan
pengelolaan (Suyoto, 1983).
Ayam broiler atau ayam daging
dipelihara selama kurang lebih 6 sampai 7 minggu. Ayam ini tidak dimaksudkan
untuk produksi telur, tetapi diharapkan dagingnya. Sampai umur 5 minggu
beratnya kira-kira sama dengan ayam telur dewasa yaitu kurang lebih 1,5 kg.
Cara pemeliharaan ayam daging hampir sama dengan ayam telur dari periode
starter sampai grower (Jahja, 2000).
Pemeliharaan dilakukan dengan
pembersihan secara tuntas terhadap kandang dan peralatan yang akan dipakai
didalamnya, baik tempat makanan, tempat minuman,brooder, alat pelingkan dan
lain-lain. Terutama pada kandang lama yang sudah dipakai, sisa-sisa dari ternak
yang lama, baik kotoran, bahan-bahan yang tercecer harus dibersihkan secara
tuntas sehingga tidak ada yang tertinggal, sebab setiap butir sisa dari kawanan
ayam yang lama akan ada kemungkinan akan menularkan sesuatu penyakit kepada
kawanan berikutnya. Pembersih dilakukan dengan air dan bahan pencuci (sabun
atau detergen) (Suyoto, 1983).
Kebersihan lingkungan kandang
(sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang
paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja. Tindakan
preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai
catatan pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna
secara efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu
kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak
supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang
bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.
Teknis pemeliharaan ayam broiler
yang baik menurut (Anonimus, 2009), yaitu minggu pertama (hari ke-1 sampai
ke-7). DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air minum hangat
yang ditambah gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi.
Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gram atau 1,3 kg untuk 100
ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian
tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk
butiran-butiran kecil (crumbles).
Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen
sudah diberi air munum. Vaksinasi yang pertama dilaksanakan pada hari ke-4.
Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14). Pemeliharaan minggu kedua masih
memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas
sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gram
per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai
ke-21). Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik.
Kebutuhan pakan adalah 48 gram per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir
minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND
strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum,
sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar
ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.
Minggu Keempat (hari ke-22 sampai
ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari karena bulu ayam
sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk mengontrol
tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat badan minimal
1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gram per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor
ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam
mulai rentan terhadap penyakit.
Minggu Kelima (hari ke-29 sampai
ke-35). Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai
kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan
pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering.
Kebutuhan pakan adalah 88 gram per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada
umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan
pertumbuhan baik mencapai 1,8 sampai 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah
dapat dipanen. Maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pakan hingga
berumur 5 minggu adalah 24,7 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Keenam (hari ke-36 sampai
ke-42). Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka
kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini
dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.
Menurut Bambang (1995) untuk
pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4
minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a. Kuantitas pakan fase starter adalah terbagi/digolongkan
menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17
gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3
(umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91
gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4
minggu sebesar 1.520 gram.
b. Kuantitas
pakan fase finisher adalah terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu:
minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43 hari)
129 gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu
ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor
pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
Sedangkan Pemberian minum
disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:
a. Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air
minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8
lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor, minggu
ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7
liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu
adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama
hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya.
Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.
b. Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok
dalam masing-masing minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100
ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor, minggu ke-7 (44-50
hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1
liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4
liter/hari/ekor.
Cara Pemberian Pakan:
a. Untuk anak ayam umur 1 - 6 hari
(kutuk), pakan ditabur atau sediakan pada wadah yang mudah terjangkau, jenis
pakan yang dipakai adalah ransum ayam ras starter (pakan komersial).
b. Ayam umur 7 hari s/d 1 bulan dapat
diberikan pakan campuran yaitu pakan ayam ras starter dicampur dengan katul dan
dedak halus, dengan perbandingan 1: 1 atau jagung giling dan katul dengan
perbandingan 2 : 1 dan dapat di tambah protein hewani.
c.
Ayam umur 2-4 bulan dan seterusnya, diberikan pakan campuran, dedak halus,
jagung giling, dan pakan komersil dengan perbandingan 3:1:1 dan dapat di
tambahan gabah, gaplek dan tepung ikan.
2.5. Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit
2.5.1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit
penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk menimbulkan kekebalan alami.
Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada umur 4 hari
dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari
dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
Vaksin adalah mikroorganisme
penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan dan mempunyai sifat
immunogenik. Immunogenik artinya dapat merangsang pembentukan kekebalan.
Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dengan tujuan
supaya ternak tersebut kebal terhadap penyakit yang disebabkan organisme
tersebut. Vaksin ada dua macam, yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin
aktif adalah vaksin yang mikroorganismenya masih aktif atau masih hidup.
Biasanya vaksin aktif berbentuk sediaan kering beku, contoh: MEDIVAC ND LA
SOTA, MEDIVAC ND-IB dan MEDIVAC GUMBORO A. Vaksin inaktif adalah vaksin yang
mikroorganismenya telah dimatikan. Biasanya berbentuk sediaan emulsi atau
suspensi, contoh: MEDIVAC ND-EDS EMULSION, MEDIVAC CORYZA B (Jahja, 2000).
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi dapat
dilakukan dengan cara membagi ayam menjadi 2 kelompok besar dalam sekatan. Ayam
kemudian digiring ke dalam 2 sekatan yang terbentuk. Vaksinasi dilakukan mulai
dari pen terakhir hingga pen pertama. Ayam yang telah divaksinasi diletakan
diluar sekatan hingga kemungkinan terjadinya pengulangan vaksinasi dapat
diminimalisir.
Pemberian vaksin dapat dilakukan
dengan beberapa cara, seperti tetes mata, hidung, mulut (cekok), atau melalui
air minum. Vaksinasi harus dilakukan dengan benar sehingga tidak menyakiti,
unggas dan mempercepat proses vaksinasi, dan tidak meninggalkan sisa sampah
dari peralatan vaksinasi seperti suntikan, sarung tangan, masker maupun sisa
vaksin yang digunakan (botol vaksin). Unggas yang divaksin harus benar- benar
dalam keadaan sehat tidak dalam kondisi sakit maupun stress sehingga akan
mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi kematian dalam proses
vaksinasi. Tata cara vaksinasi harus ditempat yang teduh, bersih, vaksin tidak
dalam kondisi sakit maupun stress sehingga tidak merusak vaksin. Program
vaksinasi untuk unggas, harus disesuaikan dengan umur dari unggas tersebut dan
harus berhati-hati dalam memvaksin karena sangat sensitif terhadap jarum suntik
dan dapat menimbulkan stress dan kematian mendadak (Jahja, 2000).
5.2.2. Penyakit dan pencegahannya
Penyakit yang sering
menyerang ayam broiler yaitu:
1) Tetelo
(Newcastle Disease/ND)
Pertama kali ditemukan oleh
Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo ditemukan juga di
Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle
disease (NCD) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini
dikenal dengan nama aanikhet. Penyakit ini merupakan suatu infeksi viral yang
menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan. Disebabkan virus Paramyxo yang
bersifat menggumpalkan sel darah dan biasanya dikualifikasikan menjadi:
a.
Velogenik
b.
Mesogenic
c.
Lentogenik
1.
Tipe Velogenik, yaitu Strain yang sangat berbahaya atau disebut
dengan Viscerotropic Velogenic Newcastle Disease (VVND) Tipe Velogenic ini
menyebabkan kematian yang luar biasa bahkan hingga 100%.
2. Tipe Mesogenic, Kematian tipe
mesogenic pada anak ayam mencapai 10% tetapi ayam dewasa jarang mengalami
kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakan gejala seperti gangguan
pernapasan dan saraf.
3. Tipe Lentogenik,
merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian. Hanya saja dapat
menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi
jelek. Gejala yang tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit gangguan
pernapasan.
Virus ini tidak akan bertahan lebih
dari 30 hari pada lokasi pemaparan.
Gejala: ayam sering megap-megap,
nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada tempat yang hangat, ayam
sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk,
Jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, tinja encer
kehijauan kadang berdarah. Setelah 1 sampai 2 hari muncul gejala (tortikolis)
syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir dan kepala ayam berputar-putar yang
akhirnya mati. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka untuk mengurangi
kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang atau dengan melakukan vaksinasi
melalui tetes mata atau hidung pada anak ayam umur 3-4 hari, umur 3 minggu dan
setiap 3 bulan secara teratur, peralatan dan kandang dijaga supaya tetap
bersih. Vaksinasi pertama ayam umur 3-4 hari dengan vaksin Bl, diulangi setelah
3 minggu dengan vaksin Lasota dan kemudian setiap 3 bulan. Dan dijaga agar
lantai kandang tetap kering.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan
lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo,
ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah
tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta
melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
2)
Penyakit cacar ayam
Dengan memberikan vaksinasi,
mencungkil kutil-kutil dengan gunting dan diolesi dengan yodium tintur, atau
obat anti infeksi dan cuci hamakan kandang.
3) Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)
Penyakit gumboro
(Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di
daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit Gumboro merupakan
penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan
Reovirus. Ayam yang terkena penyakit Gumboro akan
menunjukkan gejala seperti hilangnya nafsu makan, gangguan saraf, merejan, suka bergerak tidak
teratur, diare, tubuh gemetar, peradangan
disekitar dubur, bulu di sekitar anus kotor dan
lengket serta diakhiri dengan kematian ayam. Sering menyerang pada umur
36 minggu. Dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro. Penyakit Gumboro menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama
bagian fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini merupakan pertahanan tubuh ayam.
Pada kerusakan yang parah, antibodi ayam tersebut tidak terbentuk. Karena
menyerang system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai
AIDSnya ayam. Penyakit Gumboro sendiri sebenarnya memang tidak menyebabkan
kematian secara langsung pada ayam, tetapi karena adanya infeksi sekunder yang
mengikutinya akan menyebabkan kematian dengan cepat karena virus Avibirnavirus
bersifat imunosupresif yang menyebabkan kekebalan tubuhnya tidak bekerja
sehingga memudahkan kawanan ayam yang diserang oleh virus dan infeksi sekunder
oleh bakteri. penyakit Gumboro merupakan penyakit yang dapat merusak morfologi
dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa
fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap
berbagai program vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit
menjadi meningkat.. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang
anak ayam umur 3–6 minggu.
Penularan penyakit
Gumboro atau IBD dapat melalui kontak langsung antara ayam yang muda dengan
ayam yang sakit atau terinfeksi pada peternakan yang mempunyai ayam berbagai
umur dapat mengakibatkan infeksi ini terus menyebar dan sangat sulit
dikendalikan. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung
melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar.
Peralatan, kandang, air
minum dan pakaian petugas yang terkontaminasi Gumboro dapat juga memperparah
kejadian penyakit tersebut. Penyakit Gumboro tidak menular dengan perantaraan
telur dan ayam yanng sudah sembuh tidak menjadi carrier.
Penanggulangan Gumboro
ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu vaksinasi, dan menjaga
kebersihan lingkungan kandang. Tips yang dapat digunakan
untuk disinfeksi kandang ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan
penggunaan formalin 10 % (1 bagian formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian
air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda api kedalam 1 liter
air).
Pengobatan Gumboro dapat
dengan pemberian obat-obat untuk gumboro, juga ada obat tradisional dengan
penggunaan daun teh.
4) Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory
Disease)
Merupakan infeksi saluran pernapasan
yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum. Gejala yang nampak
adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan ngorok saat
bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan
diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan
melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat.
Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai. Untuk ayam broiler
atau ayam pedaging penyakit CRD masih menduduki posisi pertama (yang
sering menyerang ayam pedaging).
Berikut urutan penyakit yang sering
menyerang ayam pedaging:
1. CRD
komplek 20.32%
2. CRD 19.36%
4. Colibacillosis
14.12%
5. Gumboro 8.24 %
6. Koksi 4.49%
7 ND 3.85%
8.
Leucocytozoonosis 3.21%
9. Kolera 2.14 %
10. AI 2.03%
Jadi kesimpulan dari data di atas
bahwa penyakit CRD kompleks sangat berbahaya pada ayam dewasa tidak sampai
menimbulkan kematian yang terlihat secara signifikan. walaupun kadar kesakitan
terhadap ayam tersebut sangat tinggi.
Apabila sudah terlihat gejala dari penyakit ngorok maka segera mungkin untuk ditangani karena dikhawatirkan penyakit E.coli akan masuk kedalam tubuh ayam dan menjangkit secara perlahan dan akan terjadilah penyakit yang sangat berbahaya yang di sebut dengan CRD komplek.
Apabila sudah terlihat gejala dari penyakit ngorok maka segera mungkin untuk ditangani karena dikhawatirkan penyakit E.coli akan masuk kedalam tubuh ayam dan menjangkit secara perlahan dan akan terjadilah penyakit yang sangat berbahaya yang di sebut dengan CRD komplek.
Dan dalam penggunaan obat, sangat di
anjurkan sekali bahwa setiap 4 periode pemeliharaan, pemakaian obat-obatan atau
antibiotik harus di lakukan penggantian, maksudnya untuk mencegah terjadinya
resistensi obat pada ayam.
5) Berak Kapur (Pullorum)
Disebut penyakit berak kapur karena
gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna
putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur. Disebabkan oleh bakteri
Salmonella pullorum (Anonimus, 2009).
Kematian dapat terjadi pada hari
ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran. Pengobatan belum dapat
memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah pencegahan
dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan
penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak
disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek.
Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah suhu yang terlalu
panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang
disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus dilakukan
sanitasi secara rutin dan ventilasi kandang yang baik (Anonimus, 2009).
Pullorum merupakan penyakit menular pada ayam yang dikenal dengan nama berak
putih atau berak kapur (Bacilary White Diarrhea= BWD). Penyakit ini menimbulkan
mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1-10 hari. Selain ayam,
penyakit ini juga menyerang unggas lain seperti kalkun, puyuh, merpati,
beberapa burung liar.
Etiologi
Pullorum atau Berak kapur disebabkan
oleh bakteri salmonella pullorum dan bakteri gram negatif. Bakteri ini mampu
bertahan ditanah selama 1 tahun.
Kejadian penyakit. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan penyakit menular yang sering ditemui. Meskipun segala umur ayam bisa terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi terjadi pada anak ayam yang baru menetas. Angka morbiditas pada anak ayam sering mencapai lebih dari 40% sedangkan angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85%.
Kejadian penyakit. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan penyakit menular yang sering ditemui. Meskipun segala umur ayam bisa terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi terjadi pada anak ayam yang baru menetas. Angka morbiditas pada anak ayam sering mencapai lebih dari 40% sedangkan angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85%.
Cara
penularan
Penularan penyakit Pullorum dapat
melalui 2 jalan yaitu:
-Secara vertikal yaitu induk menularkan kepada anaknya melalui telur.
-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit dengan ayam karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang yang terkontaminasi.
-Secara vertikal yaitu induk menularkan kepada anaknya melalui telur.
-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit dengan ayam karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang yang terkontaminasi.
Gejala klinis
ü Nafsu makan
menurun
ü Feses (kotoran) kotoran berwarna putih seperti
kapur
ü Kotorannya menempel di sekitar dubur berwarna
putih
ü Kloaka akan
menjadi putih karena feses yang telah kering
ü Jengger
berwarna keabuan
ü Mata menutup
dan nafsu makan turun
ü Badan anak
ayam menjadi lemas
ü Sayap
menggantung dan kusam
ü Lumpuh
karena arthritis
ü Suka
bergerombol
ü
Diagnosis
Isolasi dan identifikasi salmonella
pullorum dapat diambil melalui hati, usus maupun kuning telur dapat dilakukan
pembiakan kedalam medium. Ayam karier yang sudah sembuh dapat diidentifikasi
dengan penggumpalan darah secara cepat (rapid whole blood plate aglutination
test).
Pengobatan
Pengobatan Berak Kapur dilakukan
dengan menyuntikkan antibiotik seperti furozolidon, coccilin, neo terramycin,
tetra atau mycomas di dada ayam. Obat-obatan ini hanya efektif untuk pencegahan
kematian anak ayam, tapi tidak dapat menghilangkan infeksi penyakit tersebut.
Sebaiknya ayam yang terserang dimusnahkan untuk menghilangkan karier yang bersifat
kronis.
Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan oleh para peternak ayam adalah :
ü Menjaga
kebersihan lingkungan hidup ayam.
ü Menjaga
kebersihan kandang dengan cara disucihamakan dengan menggunakan larutan kaporit
( takaran 1 : 1.000 ).
ü Pengapuran
kandang.
ü Pembuangan kotoran ayam jauh dari lokasi
peternakan.
ü Perlindungan dari serangan berbagai macam
hewan liar.
ü Pengkarantinaan
ayam yang terserang penyakit.
ü Pemusnahan
bangkai ayam ( dibakar atau dipendam ).
ü Ayam yang
dibeli dari distributor penetasan atau suplier harus memiliki sertifikat bebas
salmonella pullorum.
ü Melakukan
desinfeksi pada kandang dengan formaldehyde 40%.
ü Ayam yang
terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya, sedangkan ayam yang
parah dimusnahkan.
6) Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret,
nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan
lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule
diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air minum
atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.
Kholera atau dikenal juga dengan
nama fowl cholera, avian pasteurellosis dan avian hemorrhagic
septicaemia merupakan salah satu penyakit infeksius yang banyak menyebabkan
masalah di peternakan ayam dan kalkun. Kholera merupakan penyakit bakterial
yang umum ditemukan pada peternakan kecil di Asia. Mortalitas dapat mencapai
80% terutama pada musim penghujan. Penyakit ini biasanya menyerang ayam diatas
6 minggu ditandai dengan adanya peningkatan angka kematian yang mendadak dan
tidak terduga. Kholera banyak ditemukan pada ayam yang stress akibat sanitasi
yang jelek, malnutrisi, kandang terlalu padat, dan adanya penyakit lain. Kalkun
lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan dengan ayam, dan ayam yang tua
lebih rentan dibanding yang masih muda. Mengingat tingkat kerentanan dan
pengelolaan peternakan, kasus kholera di Indonesia lebih banyak ditemukan pada
ayam petelur dibandingkan dengan ayam pedaging. Hal ini terkait dengan masa
pemeliharaan ayam pedaging yang cukup pendek, serta kebiasaan peternak yang
akan memanen ayamnya lebih cepat apabila ditemukan kasus penyakit untuk
mencegah kerugian yang besar. Kholera disebabkan oleh Pasteurella multocida,
bakteri gram negatif yang ditemukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1880-an. P.
multocida sangat rentan terhadap disinfektan biasa, sinar matahari dan
panas. Akan tetapi masih bisa bertahan sekitar 1 bulan di kotoran, 3 bulan di
karkas dan antara 2-3 bulan di tanah yang lembab. Infeksi dapat terjadi melalui
rute mulut dan saluran pernafasan.
Kholera dapat masuk ke peternakan
melalui burung, tikus, orang atau peralatan yang pernah kontak dengan penyakit.
Penyebaran antar flok dapat disebabkan oleh minuman yang terkontaminasi,
kotoran dan discharge hidung.
Pada kasus yang akut, kematian ayam
merupakan gejala pertama yang nampak. Demam, turunnya konsumsi pakan, discharge
dari mulut, diare dan gejala pernafasan dapat pula terlihat. Gejala lain
termasuk sianosis dan pembengkakan jengger. Ayam yang bertahan hidup menjadi
kronis atau dapat pula sembuh, sedangkan yang lain bisa mati karena dehidrasi.
Pada kasus lebih lanjut, ayam akan menunjukan gejala penurunan berat badan dan
pincang karena infeksi pada persendian.
Pada awal kasus angka kematian
berkisar antara 5-15% bahkan bisa lebih tinggi apabila terjadi bersamaan denga
kasus penyakit lain. Angka kematian akan menurun sampai 2-5% ketika kasusnya
menjadi kronis. Ayam yang tertular secara kronis dapat mati, tetap tertular
dalam jangka waktu yang panjang atau sembuh. Persentase yang tinggi dari ayam
di dalam flok akan menjadi carriers walaupun terlihat normal atau sehat dan
merupakan sumber utama penularan. Penyebaran P multocida didalam flok terjadi
melalui eksresi dari mulut, hidung, dan konjungtiva unggas yang sakit dan
kemudian mengkontaminasi lingkungan. Selain dari ayam yang selamat dari bentuk
akut, kasus kronis ditemukan pada ayam yang tertular agen yang tidak terlalu
ganas.
Ayam yang tertular secara kronis
akan mengeluarkan agen penyakit sepanjang hidupnya. P. multocida dapat
ditemukan dalam semua jaringan pada unggas yang mati dengan gejala septicemia,
sehingga praktek kanibalisme juga merupakan faktor penyebaran yang sangat
penting bagi penyakit ini.
Diagnosa
Diagnosa positif hanya dapat
dilakukan apabila dilakukan isolasi serta identifikasi P. Multocida di
laboratorium. Diagnosa tentatif bisa dilakukan berdasarkan sejarah, gejala
klinis dan patologi anatomi. Walaupun sejarah dan gejala klinis menunjukan
kemungkinan ditemukannya kholera, agen penyebab sebaiknya tetap diisolasi
sehinga isolat dapat diuji untuk tingkat kepekaannya terhadap antibiotik.
Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah melalui
penerapan biosecuriti yang baik, kontrol rodensia, dan hygiene peternakan.
Selain itu sebagai alat pencegahan, bacterin dapat digunakan pada umur 8 dan 12
minggu serta vaksin pada umur 6 minggu. Semua langkah dasar dari program
biosekuriti diperlukan untuk mencegah masuknya penyakit. Orang sebagai sumber
penularan yang paling dominan harus dikontrol dengan baik. Hanya orang-orang
yang perlu masuk kandang saja yang bisa masuk kedalam kandang dan inipun harus
melalu prosedur pencucian tangan dengan sabun dan kalau memang memungkinkan
untuk selalu memakai pakaian kandang yang baru dan sepatu boot yang bersih.
Program sanitasi yang baik untuk kandang dan peralatan juga sangat penting,
terutama ketika persiapan memasukan unggas baru. Hal yang paling penting adalah
pembersihan dan disinfeksi peralatan pakan dan minum. Pengawasan yang ketat
untuk tiap pemasukan pakan, peralatan kandang dan juga orang sangat diperlukan
untuk mencegah masuknya kholera.
Berikut hal
yang perlu diperhatikan untuk mencegah kasus kholera:
1)
Ayam yang sakit dan mati di pisahkan dari ayam yang
sehat untuk kemudian di musnahkan (disposal yang baik)
2)
Apabila wabah telah terjadi, dilakukan depopulasi,
pembersihan dan desinfeksi kandang serta peralatan kandang
3)
Jeda waktu antara ayam tua yang di afkir dan
penggantinya
4)
Kontrol rodensia dan hama lainnya
5)
Sumber air minum yang aman dan bersih
6)
Mencegah kontak antara ayam dengan hewan lain dan
burung liar
7)
Bacterin dan vaksinasi
8)
Pengobatan Jenis sulfa dan antibiotik
(sulfadimethoxine, sulfaquinoxaline, sulfamethazine, sulfaquinoxalene,
penicillin, tetracycline, erythromycin, streptomycin).
Penggunaan
vaksin atau bacterin
Vaksinasi
dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini, akan tetapi perlu diingat bahwa
vaksinasi hanya merupakan alat pencegahan bagi peternakan yang berisiko tinggi
terkena kholera karena berdekatan dengan peternakan tertular. Vaksinasi kholera
sendiri sebenarnya mempunyai risiko, sebagai contoh: vaksin hidup walaupun akan
memberikan pertahanan juga akan menghasilkan efek samping yang tidak
diharapkan. Bacterin killed, akan memberikan hasil tingkat antibodi yang
baik, tetapi hanya spesifik untuk strain yang digunakan.
Pengobatan
Pengobatan
untuk kholera sebaiknya dijadikan alternatif terakhir. Pengobatan hanya efektif
apabila dilakukan pada awal-awal kasus sebelum terlalu banyak ayam yang
tertular dan penyakit menjadi kronis. Walaupun pengobatan dapat mengurangi
dampak dari wabah, ayam tertular dapat saja kambuh lagi apabila pengobatan
dihentikan. Sehingga pengobatan perlu diperpanjang dengan penambahan obat ke
pakan dan minuman. Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik atau sulfa harus
berdasarkan hasil tes sensitifitas terhadap agen yang diisolasi dari lokasi
kasus. Pengobatan dapat mengurangi angka kematian dan mempertahankan tingkat
produksi. Akan tetepi apabila infeksi kronis sudah ditemukan, keuntungan
pengobatan sangat sulit untuk dapat dilihat. Sulfaquinoxaline sodium dalam
pakan atau air minum biasanya dapat mengontrol angka kematian, begitu pula
halnya dengan sulfamethazine dan sulfadimethoxine.
Penggunaan
tetracycline dosis tinggi dalam pakan (0.04%), air minum atau injeksi dapat
pula bermanfaat untuk pengobatan. Penicillin efektif digunakan untuk infeksi
yang resisten terhadap sulfa. Perlu diperhatikan bahwa pengobatan dengan sulfa
akan menghasilkan residu di daging dan telur. Antibiotik dapat digunakan dengan
menggunakan dengan dosis yang lebih tinggi dan jangka waktu yang cukup panjang
untuk menghentikan wabah. Mengingat adanya efek samping residu yang tidak
diharapkan, semua pengobatan sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter hewan yang
dapat menilai efektifitas dan keamanan dari penggunaan sulfa dan antibiotik
ini.
8) Sindrom Kerdil
Ayam
Masih kerap
terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak – peternak ayam
pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak – seragaman ayam yang
dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya
terlihat seragam, tetapi setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari,
baru terlihat adanya ayam yang terlambat pertumbuhannya.
Pertumbuhan
yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti :
ü Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali
ü Multi strain dalam satu flock / kandang
ü Kurang tempat pakan dan tempat minum
ü Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi
ü Penyakit infectious seperti Coccidiosis
ü Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )
Pada umumnya
para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan ayamnya
tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu kandang, kurang
peralatan makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit
coccidiosis, mereka sudah dapat mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk
sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome, para peternak
masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan
kadang tidak ada atau hilang dengan sendirinya.
Sindroma
Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain seperti :
ü Malabsorption Syndrome
ü Stunting Syndrome
ü Reovirus Malabsorption
ü Pale Bird Syndrome
ü Helicopter Disease
ü Brittle – bone Disease
Sindroma kekerdilan
didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40% populasi ) yang
mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14
hari. Dimana setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian
kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari yang normal.
Bila kondisi
di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di depan
mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya FCR; rataan berat badan di
bawah standar; berat badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi
masalah bila ada kontrak dengan “slaughter house” / rumah potong ayam; masalah
dengan penjualan karena banyaknya ayam yang kecil.
Penyebab
Ada beberapa
faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :
ü Penyebab berasal dari Pembibitan
ü Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery
ü Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
ü Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
ü Penyebab berasal dari Lingkungan
ü Penyebab berasal Penyakit
ü
1. Penyebab berasal dari Pembibitan.
Beberapa hal
yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan
mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
ü Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk < 35 minggu
dan atau biasanya pada saat puncak produksi)
ü Maternal antibodi Reo-virus yang diturunkan rendah, padahal DOC perlu
Maternal Antibodi yang tinggi
ü Akan lebih parah apabila induknya positif Salmonella enteritidis
ü Walaupun demikian kekerdilan bukan merupakan penyakit yang diturunkan
2. Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery.
Beberapa hal
yang berasal dari Penetasan / Hatchery yang dapat menyebabkan doc yang
dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
ü Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama
ü Tidak dilakukannya grading telur
tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas
ü Bercampurnya telur tetas yang berasal dari usia induk yang sangat jauh
berbeda
ü Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga doc mengalami
stress
ü Kurang representatifnya alat angkut doc (chick van) dari Hatchery ke
Peternak / kandang pemeliharaan.
3. Penyebab berasal dari Manajemen
Produksi
Manajemen
Produksi juga dapat menjadi penyebab terjadinya sindroma kekerdilan seperti :
ü Biosecurity yang buruk
ü Farm terdiri dari beberapa usia (multi ages)
ü Kurang baiknya kualitas doc yang dipelihara
ü Penanganan doc yang kurang baik terutama waktu periode brooding
ü Cara pemberian, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan tidak benar
4. Penyebab berasal dari Pakan /
Nutrisi
Kandungan
yang terdapat pada pakan jika kurang atau berlebihan kadang menimbulkan
pertumbuhan yang kurang baik bagi ayam yang dipelihara misalnya
ü Gejala sering seperti ayam yang terserang mycotoxicosis, khususnya
Aflatoxicosis
ü Penggunaan Bungkil Kacang Kedelai yang berkualitas rendah
ü Penggunaan Canola Meal dan Protein Hewani lebih daripada 8%
ü Tidak ada atau rendah kandungan Natrium (khusus di Asia)
ü Penggunaan vitamin yang kurang, khususnya pada pakan Breeder.
5.
Penyebab berasal dari Lingkungan.
Menempatkan
ayam pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif akan juga mengakibatkan ayam
terkena sindroma kekerdilan, seperti :
ü Lingkungan kandang yang bersuhu dan kelembaban terlalu tinggi
ü Liingkungan kandang yang terlalu padat populasi ayamnya dan terdiri dari
berbagai usia
ü Lingkungan kandang merupakan daerah endemik penyakit yang bersifat
imunosupresif.
ü Penyebab berasal dari Penyakit.
Ada beberapa
penyakit yang dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan, dimana penyakit
tersebut umumnya menimbulkan stress dan khususnya bersifat immunosupresif,
seperti :
ü Infeksi Reo virus
ü Infeksi Mareks Disease, hal ini dapat terjadi terutama di Asia karena
Broiler di Asia tidak divaksinasi
ü Chicken Anemia Virus, vaksinasi tidak dilakukan di beberapa negara
ü ALV – J, diduga ada korelasi positif dengan sindroma kekerdilan
ü Infectious Bursal Disease / Gumboro, beberapa negara hanya memakai strain
klasik untuk vaksinasinya
ü Avian Nephritis Virus
ü Reaksi yang berlebihan dari vaksinasi ND dan IB
Penyebab
utama yang paling berperanan adalah Reo virus dengan spesifikasi sebagai
berikut :
ü Virus tidak berselubung / amplop, tahan panas dan dapat hidup
ü pada 600 C selama 8 – 10 jam
ü pada 560 C selama 22 – 24 jam
ü pada 370 C selama 15 – 16 minggu
ü pada 220 C selama 48 – 51 minggu
ü pada 40 C selama lebih dari 3 tahun
ü pada - 630 C selama lebih dari 10 tahun
Penularan
ü Penularan dapat terjadi secara
horizontal
ü Melalui jalur respirasi
ü Penularan secara vertikal dengan
suatu percobaan dengan cara inokulasi induk usia 15 bulan, ternyata pada
doc hasil tetasannya (17 – 19 hari post inokulasi) mengandung virus reo
Gejala
Klinis
Biasanya
mulai terlihat pada usia 4 – 8 hari dengan ciri-ciri :
ü Malas bergerak
ü Bulu kusam
ü Coprophagia (faeces / litter eating)
ü Bila di uji gula darahnya “ Hypoglycaemic ”
ü Hanya sebagian populasi yang terkena dengan kategori :
·
5 – 10 %
populasi dengan kategori RINGAN
·
10 – 30 %
populasi dengan kategori BURUK
·
30 %
populasi dengan kategori BENCANA
Biasanya
terlihat pada usia 2 minggu :
·
Bulu sekitar
kepala dan leher tetap “ Yellow Heads”
·
Bulu primer
sayap patah / dislokasi “ Helicopter Birds “ / “ Stress Banding”
·
Tulang
kering / betis berwarna pucat
·
Jika
diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja.
9) Colibacillosis
Collibacillosis
adalah Penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh kuman Echerichia
coli yang pathogen / ganas baik secara primer maupun secara sekunder.
Colibacillosis pertama kali ditemukan pada tahun 1894, setelah itu banyak
kejadian-kejadian colibacillosis sehingga memperkaya dan saling melengkapi
mengenai penyakit ini baik kejadian di lapangan maupun penelitian di
laboratorium.
Kuman pada
umumnya menular secara horizontal, dan secara garis besar dibagi menjadi 2
penyebab utama yaitu :
ü Dari dalam, yaitu yang berasal dari anak ayam
/ ayam itu sendiri, seperti kejadian Radang pusar atau Omphalitis, Stress
ataupun Dehydrasi akibat perjalanan. Dalam saluran pencernaan ayam ada ≤
106 /gr, dimana 10 – 15 % adalah berpotensi menjadi pathogen /
ganas.
ü Dari luar, yaitu yang berasal dari kontaminan lingkungan
sekitar / area kandang dan atau yang berasal dari bahan sapronak yang tidak
bersih misalnya kontaminan berasal dari pakan, air dan udara yang tercemar Escherichia
coli.
Walaupun
penyebabnya sama yaitu infeksi bakteri Escherichia coli, tetapi di lapangan
banyak dikenal berbagai macam penyakit yang merupakan berbagai bentuk
manifestasi akibat terinfeksi bakteri ini, diantaranya adalah :
1.
Kematian Embrio / Omphalitis
2.
Air Sacculitis / Radang Kantung Hawa
3.
Colisepticemia/ Koliseptisemia
4.
Panophthalmitis
5.
Swolen Head Syndrome
6.
Coli Granuloma / Hjarres Diseases
Pencegahan
ü Usahakan agar anak ayam yang dipelihara berasal dari pembibitan yang
bebas dari penyakit pernapasan seperti CRD, IB dan ND.
ü Jika anak ayam sudah terlanjur masuk di kandang, anak ayam yang sudah
terinfeksi dengan bakteri Escherichia coli agar diafkir.
ü Jalankan selalu prinsip water treatment / pengobatan air secara efektif dan
berkesinambungan, untuk menurunkan populasi bakteri dalam air minum.
ü Perhatikan selalu ventilasi, agar ayam selalu mendapat udara yang segar,
bersih dan sehat.
ü Laksanakan biosecurity secara terpadu, agar kondisi farm sesedikit mungkin
mengandung kontaminan khususnya bakteri Escherichia coli.
ü Jaga selalu kekeringan litter kandang agar tidak terlalu kering juga tidak
terlalu basah, Untuk itu perlu diperhatikan selalu kepadatan populasi agar
kondisi kekeringan litter mudah untuk dikendalikan.
ü Spray ruang kandang setiap hari menggunakan campuran air dengan BIODES-100,
SEPTOCID atau GLUTAMAS sangat berguna disamping untuk menjaga kelembaban juga
mengurangi density bakteri di ruang kandang.
ü Bila ayam selalu terserang infeksi Escherichia coli yang parah pada usia di
atas tiga minggu, tidak ada salahnya lakukan penyuntikan doc pada usia 4 hari
pertama dengan antibiotika secara subkutan bisa dengan memakai GENTIPRA atau
HIPRASULFA – TS sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
ü Alternatif vaksinasi inaktif kombinasi O2K1 dan O78K80, dalam
pelaksanaannya masih terjadi pro dan kontra akan efektifitas kegunaannya,
karena belum ada hasil yang sangat nyata.
ü Hal yang paling penting untuk dilakukan agar serangan infeksi bakteri
Escherichia coli tidak menjadikan ayam peliharaan menjadi menderita adalah
dengan cara menciptakan ayam senyaman mungkin tinggal dalam kandangnya, dengan
kata lain jangan sampai ayam mengalami stress, karena stress merupakan pencetus
utama ayam terserang infeksi bakteri ini.
Pengobatan
Kuman E.
coli kebanyakan sensitif / peka terhadap beberapa antibiotika seperti kelompok
aminoglukosida (NEOXIN), polipeptida (MOXACOL), tetrasiklin, Sulfonamida,
trimethoprim (COLIMAS) dan Quinolon (CIPROMAS, ENROMAS).
Apabila
setelah diobati dengan berbagai antimikroba tidak terjadi perubahan
kearah penyembuhan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas.
Pencegahan
dengan menggunakan obat suntik Hiprasulfa – TS dan Gentipra, serta spray
kandang dengan desinfektan Biodes-100, Septocid dan Glutamas, maupun
pengobatan dengan menggunakan Neoxin, Moxacol, Colimas, Cipromas maupun
Enromas, agar diperhatikan benar cara dan dosis pemakaiannya dan dilaksanakan
sesuai dengan anjuran dari pembuatnya, agar mendapatkan efek pengobatan yang
maksimal.
10) Pilek Pada Ayam
Penyakit
pilek yang menyerang pada ayam masuk ke dalam kategori penyakit yang berbahaya
dikarenakan penyakit ini dapat menular dengan sangat cepat dan dapat menyerang
ke semua jenis ayam. Ayam yang menderita penyakit pilek pergerakannya berubah
menjadi pasif. Gejala lain yang muncul pada ayam yang terserang pilek adalah
nafsu makannya menghilang, kepalanya bergoyang – goyang dan sering bersin –
bersin. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut – larut, kondisi ayam akan semakin
parah. Dari lubang hidung dan kedua matanya akan keluar semacam cairan yang
pada akhirnya nanti dapat membuat hidung ayam tersumbat sehingga membuat ayam
menjadi susah bernafas. Penyakit ayam ini disebabkan oleh bakteri haemophilus
galloinarum dan dapat menyebar melalui makanan, minuman dan udara. Untuk
mengatasi penyebaran penyakit pilek ini, peternak ayam harus segera memindahkan
ayam yang sedang sakit ke kandang khusus untuk dikarantina.
Pengobatan
Beberapa
obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit pilek pada ayam adalah neofet,
kapsul anti snot dan bubuk coryuit. Dosis pemakaian obat dan cara
pemberian obat harus disesuaikan dengan petunjuk yang ada dikemasan obat.
Selain itu, penyakit ini juga dapat disembuhkan dengan cara menyuntikkan cairan
streptomycim berdosis 0,2 cc / suntikkan / hari. Proses penyuntikkan
berlangsung selama 5 hari dengan bagian tubuh ayam yang disuntik adalah leher
bagian belakang. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi oleh manusia
ditengarai juga dapat digunakan untuk mengobati ayam yang sedang terserang
penyakit pilek. Mereka adalah refagan dan bodrex. Caranya adalah
: satu tablet obat dilarutkan ke dalam 1 sendok air teh dan kemudian diminumkan
kepada ayam.
Pencegahan
Pemberian
antibiotik (streptomycin dan sulfanilamida) secara berkala dapat
membantu mencegah ayam tidak mudah terserang pilek. Vaksinasi (corryta
naccin dan vaksin snot) juga harus dilakukan ketika ayam masih
berumur 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan dan menjelang usia dewasa.
11)
Hama
·
Tungau
(kutuan)
Gejala: ayam
gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu karena gatal, nafsu
makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian: (1) sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam
yang sakit dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan
konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan
menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air
kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau pengasepan menggunakan
insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat atau Black leaf 40.
2.6.
Mortalitas
Mortalitas merupakan angka kematian
dalam pemeliharaan ternak. Ada banyak hal yang berpengaruh terhadap mortalitas
dalam pemeliharaan unggas. Misalnya, adalah karena penyakit, kekurangan pakan,
kekurangan minum, temperatur, sanitasi, dan lain sebagainya. Penyakit
didefinisikan sebagai segala penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang
normal. Tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit tergantung dari jenis
penyakit yang menyerang unggas. Dalam pemeliharaan petelur yang berhasil,
tingkat kematian 10 sampai 12% dianggap normal dalam satu tahun produksi. Dalam
kelompok pedaging, kematian maksimum per tahun normalnya adalah sekitar 4%.
Setiap kematian yang melebihi angka tersebut harus dianggap sebagai kondisi
yang serius yang harus mendapat perhatian segera dari peternak yang
bersangkutan (Blakely and Bade, 1991).
Menurut Sidadolog (2001) ayam dewasa
dan merpati mampu bertahan hidup tanpa makan selama 2 sampai 3 minggu.
Kehilangan berat akibat kekurangan pakan (kelaparan) pada merpati antara 38
sampai 42% dari berat badan semula, sedangkan pada ayam setelah berpuasa selama
11 hari dan bebas minum, kehilangan berat 25% dari berat semula. Pemberian
pakan yang terkontrol dan teratur dapat menurunkan mortalitas ayam dan daya
hidup bertambah.
Kecukupan air minum pada ayam sangat
penting diperhatikan. Ayam lebih baik mengalami kelaparan daripada kehausan dan
kehilangan air. Ayam akan mati apabila kehilangan air 5 sampai 15% berat hidup.
Kematian terjadi pada ayam akibat kekurangan air dinyatakan sebagai berikut,
ayam berumur 8 minggu selama 72 jam, merpati dewasa selama 12 sampai 13 hari,
ayam petelur selama 8 sampai 13 hari dan ayam dewasa yang tidak bertelur sampai
32 hari. Pada periode starter, ayam broiler yang dipelihara pada temperatur
rendah (5 0C) terjadi kematian pada 4 minggu pertama sekitar 18%,
karena secara nyata temperature tubuh terlalu rendah di bawah soll wert
(Sidadolog, 2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menekan angka kematian adalah mengontrol kesehatan ayam, mengontrol
kebersihan tempat pakan dan minum serta kandang, melakukan vaksinasi secara
teratur, memisahkan ayam yang terkena penyakit dengan ayam yang sehat, dan
memberikan pakan dan minum pada waktunya (Siregar et al., 1980).
2.7 Analisis
Hubungan
Usaha perunggasan pada saat sekarang
dan masa mendatang memiliki prospek yang cukup baik. Hal ini karena produk
unggas memiliki kemampuan produksi yang cepat dan masal, produk daging dan
telur disukai semua lapisan masyarakat dan didukung oleh industri penunjang
secara paripurna diantaranya industry pembibitan, pabrik pakan, obat- obatan
dan peralatan.
Untuk mendirikan suatu peternakan
diperlukan adanya modal yang menurut Kadarson (1992) merupakan salah satu
faktor produksi yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu perusahaan
agrobisnis maupun usaha tani yang masih sederhana.
Berdasarkan arah pemakainnya, modal
terbagi menjadi modal investasi dan modal operasional (Kadarson, 1992). Modal
operasional atau modal kerja disebut juga modal lancar yang dipakai untuk
membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif, misalnya untuk
membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-perlengkapan, upah pengawas borongan
dan pengeluaran-pengeluaran konsumtif pada masa operasional (Kadarson, 1992).
Menurut Rasyaf (1994) biaya ransum
merupakan biaya terbesar dari seluruh komponen biaya produksi unggas umumnya
dan ayam broiler khususnya. Biaya ini tergantung pada harga ransum dan konsumsi
ransum secara kuantitatif dan kualitatif ditentukan secara teknis dan sudah ada
standarnya, maka yang pertama harus dilihat dari sudut harga ransum itu
sendiri.
Tujuan setiap perusahaan adalah
meraih keuntungan semaksimal mungkin dan mempertahankan kelestarian perusahaan
(Kadarson, 1992). Oleh karena output yang digunakan, maka perusahaan akan
berusaha mencapai suatu tingkat produksi yang dapat memberikan laba maksimal,
yaitu suatu kondisi dimana marginal costnya adalah sama dengan marginal revenue
(Prawirokusumo, 1981).
2.8. Panen
·
Hasil Utama,
untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging ayam
·
Hasil
Tambahan, usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran
kandang dan bulu ayam.
·
2.9. Pasca
Panen
1. Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan
pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang penampungan (Houlding Ground)
2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan
dilehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau sekitar 2/3 leher
terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar kualitas daging bagus, tidak
mudah tercemar dan mudah busuk.
3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong itu
dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4 0C). Lama pencelupan ayam
broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin
cair atau dibakar dengan nyala api biru.
4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit,
seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Isi perut ini dapat
dijual atau diikut sertakan pada daging siap dimasak dalam kemasan terpisah.
5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong.
Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah
dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki ayam/paha ditekukan dibawah
dubur. Kemudian ayam didinginkan dan dikemas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2011 Pendahuluan. http://micksihite.blogspot.com/p/laporan-semester-praktikum-produksi.html
Cahyono dan Bambang, 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (broiler). Penerbit Pustaka
Nusatama: Yogyakarta.
Fadillah. R, 2007. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.
Kartini.
2011. Kandungan Zat Pakan Jagung. http://putramegatawang.com/kandungan-zat
pakan-jagung.html.
R, 2008. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia pustaka:
Jakarta
Priatno, Martono.A, 2004. Membuat Kandanng Ayam.
PT. Penebar Swadaya:. Jakarta
Rasyaf. M, 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya: Jakarta
Sugandi, 1978. Tatalaksana
Pemeliharaan Ayam Pedaging Strain MB 202-p Periode Starter–Finisher. PT. Janu
Putro Sentosa: Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar